Студопедия

Главная страница Случайная страница

КАТЕГОРИИ:

АвтомобилиАстрономияБиологияГеографияДом и садДругие языкиДругоеИнформатикаИсторияКультураЛитератураЛогикаМатематикаМедицинаМеталлургияМеханикаОбразованиеОхрана трудаПедагогикаПолитикаПравоПсихологияРелигияРиторикаСоциологияСпортСтроительствоТехнологияТуризмФизикаФилософияФинансыХимияЧерчениеЭкологияЭкономикаЭлектроника






Текст для дополнительного чтения и самостоятельного анализа.






Pertikaian Dua Cara Pandang Islam Di Indonesia

Oleh Rimbun Natamarga

Islam di tengah bangsa Indonesia mengalami percepatan tumbuh pada masa pendudukan tentara Jepang. Dalam suasana Perang Dunia II, pemerintah Hindia Belanda yang ingin mengubah penduduk pribumi menjadi lebih rasional dipaksa untuk menghentikan segala usaha itu.

Untuk kepentingan perangnya, Jepang menggunakan Islam sebagai dalih untuk mendapatkan dukungan dari seluruh rakyat pribumi. Orang-orang terpelajar yang lama mengecap kehidupan gaya Eropa dipaksa untuk ikut kebijakan Jepang itu. Kebanyakan di antara mereka, karena latar belakang Islam yang sudah dibawa sejak lahir, dapat menyesuaikan diri dengan suasana baru itu.

Berbeda dengan Belanda yang membatasi kegiatan keislaman, Jepang menyokong penuh semua kegiatan keislaman selama sesuai dengan kepentingan perang mereka. Kebijakan itu menanam pengaruh yang sangat besar di kalangan orang-orang Islam. Setelah kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, pengaruh-pengaruh dari Jepang banyak mewarnai berbagai segi kehidupan di Indonesia. Dalam kaitannya dengan Islam di Indonesia, sampai tahun 1970-an, Islam warna Jepang itu mewarnai cara berpikir banyak kaum muslimin di Indonesia.

Islam Murni, Islam Sinkretik

Tidak dapat ditolak kemajemukan yang ada di Indonesia. Faktor inilah mendorong para pengambil kebijakan di tingkat atas untuk mengambil langkah-langkah non-sektarian dalam kehidupan kenegaraan. Indonesia berdiri sebagai sebuah republik sekuler agamis. Undang-undang Republik Indonesia dibuat di atas kerangka rasionalitas yang tidak membabi buta. Tuhan yang maha esa tetap dipertahankan sebagai sesuatu yang tidak boleh dilupakan oleh siapa pun rakyat Indonesia.

Dari gambaran seperti itu, dapat dipahami jika Islam di masa Indonesia merdeka adalah Islam yang sama dari masa-masa sebelumnya. Di satu sisi terdapat keinginan untuk menciptakan hidup yang Islami, di sisi lain terdapat kenyataan bahwa pengaruh yang datang dari luar terus-menerus ada dan tidak dapat ditolak.

Tahun-tahun dari 1945 sampai 1970 adalah tahun-tahun yang panjang ketika perdebatan untuk menjadikan Islam sebagai dasar aturan hidup di Indonesia mengemuka. Pemuka-pemuka Islam berusaha menempuh jalur politik agar Islam dapat diterima oleh seluruh rakyat negara. Mereka hanya terbentur pada kenyataan bahwa para pemeluk Islam di Indonesia adalah pemeluk-pemeluk Islam yang payah.

Kebanyakan kaum muslimin memilih Islam sebagai identitas diri, bukan sebagai pandangan hidup. Dari pemilihan umum yang dilakukan pada pertengahan 1950-an, dapat ditarik kesimpulan ini. Partai-partai agama mendapat dukungan yang sedikit.

Pada masa ini juga terjadi kembali pertentangan antara pandangan Islam murni dan Islam sinkretik. Pandangan pertama tetap menginginkan agar Islam dibangun di atas pondasi dasar, Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang sesuai dengan zaman. Pandangan kedua ingin mempertahankan Islam yang telah berkembang dan bercampur dengan tradisi-tradisi lokal di Nusantara berabad-abad.

Pertentangan antara dua cara pandang itu sudah mengemuka di tengah kaum muslimin di Nusantara sejak awal abad ke-20. Mesir adalah tempat banyak orang di dunia Islam mengambil cara pandang pertama. Lewat tokoh Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan kemudian Muhammad Rasyid Ridha cara pandang itu mengemuka ke negara-negara Islam yang ada pada saat itu.

Perdebatan antara dua cara pandang itu belum kunjung usai di Indonesia, hingga muncul ancaman bersama yang datang dari Komunisme. Indonesia, bagaimana pun, berada di tengah konstelasi politik dunia. Perang dingin antara Kapitalisme dan Komunisme ikut merembet ke dalam negeri. Menghadapi ancaman baru ini, dua cara pandang kaum muslimin tersebut untuk sementara waktu dikesampingkan.

Tahun 1965 – 1966 adalah tahun-tahun berdarah. Sejarah mencatat ratusan ribu penganut Komunisme dieksekusi. Sebagian besar mereka dibunuh oleh kelompok-kelompok Islam. Tindakan ini didukung oleh pemerintah dan tentara. Islam kembali menjadi ideologi perlawanan terhadap Komunisme di Indonesia.

Setelah ancaman bersama hilang, kaum muslimin di Indonesia mulai berdebat kembali. Sikap traumatik yang didapati pada masa 1950-an sampai 1965 menguatkan sebagian kelompok Islam untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara. Bagi mereka, cita-cita Islam dapat ditempuh lewat jalur politik. Nilai-nilai Islami dapat dipaksakan dari atas ke bawah.


Поделиться с друзьями:

mylektsii.su - Мои Лекции - 2015-2024 год. (0.005 сек.)Все материалы представленные на сайте исключительно с целью ознакомления читателями и не преследуют коммерческих целей или нарушение авторских прав Пожаловаться на материал