![]() Главная страница Случайная страница КАТЕГОРИИ: АвтомобилиАстрономияБиологияГеографияДом и садДругие языкиДругоеИнформатикаИсторияКультураЛитератураЛогикаМатематикаМедицинаМеталлургияМеханикаОбразованиеОхрана трудаПедагогикаПолитикаПравоПсихологияРелигияРиторикаСоциологияСпортСтроительствоТехнологияТуризмФизикаФилософияФинансыХимияЧерчениеЭкологияЭкономикаЭлектроника |
Kekerasan Berbasis Gender
Kekerasan berbasis gender. Tiga kata yang akhir-akhir ini kerap didengungkan dalam media massa maupun oleh gerakan perempuan dalam lembaga swadaya masyarakat. Orang awam mungkin akan mengerutkan dahi jikalau mengeja judul diatas. Padahal dalam kenyataannya, contoh-contoh KBG begitu dekat malah kian hari sepertinya kian menjadi topik hangat di masyarakat oleh karena jumlahnya yang terus meningkat seiring waktu. Mengapa menggunakan istilah KEKERASAN BERBASIS GENDER? Budaya patriarki yang sudah berabad-abad lamanya mengakar pada masyarakat dunia ini sudah terserap dalam hampir seluruh ruang kehidupan umat manusia di antaranya Hukum, adat, norma sosial, ilmu pengetahuan, filsafat, sistem pemerintahan, bahkan agama sekalipun. Nilai-nilai dari budaya patriarki yang mendominasi ini sudah dimapankan menjadi sistem yang mendunia dan bisa jadi merupakan ideologi yang paling banyak pengikutnya. Marx mendefinisikan ideologi sebagai kesadaran palsu. Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat dan bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat di mana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Karena kelompok yang dominan mengontrol kelompok lain dengan menggunakan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat. Hal ini membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan itu tampak natural dan diterima sebagai kebenaran. Melihat kondisi real masyarakat kita jelaslah bahwa laki-laki adalah kelompok dominan yang mengontrol kelompok lainnya, kaum perempuan. Dominasi laki-laki terhadap perempuan sudah terbentuk secara sedemikian sistematisnya dan sudah berurat berakar dalam kehidupan kita. Hal ini jelas terlihat karena sejauh ini laki-lakilah yang menentukan semua standar dalam kehidupan kita. Standar baik dan buruk, benar dan salah, ilmiah-tidak ilmiah, rasional atau irasional, cantik- tidak cantik. Semua hal yang sesungguhnya masih sangat terbuka untuk diperdebatkan. Budaya ini selalu meletakkan perempuan pada posisi lebih rendah dan hina. Ditinjau dari perspektif hukum, pemerintah telah berupaya melindungi kaum perempuan dengan diratifikasinya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination for All Form of Discrimination Against Women) melalui UU Nomor 7 tahun 1984 yang menyatakan: “Kekerasan berbasis gender adalah suatu bentuk diskriminasi yang merupakan hambatan serius bagi kemampuan perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas dasar persamaan hak dengan laki-laki. Rekomendasi Umum ini juga secara resmi memperluas larangan atas diskriminasi berdasarkan gender dan merumuskan tindak kekerasan berbasis gender sebagai tindak kekerasan yang secara langsung ditujukan kepada perempuan karena ia berjenis kelamin perempuan, atau mempengaruhi perempuan secara proposional. Termasuk di dalamnya tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderataan fisik, mental dan seksual, ancaman untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut, pemaksaan dan bentuk-bentuk perampasan hak kebebasan lainnya. Efek yang terjadi akibat ketimpangan gender adalah melorotnya kualitas hidup perempuan.Di masa sekarang ini, KBG sudah terjadi pada semua lini kehidupan, tak hanya dalam rumah tangga, tetapi juga di masyarakat, termasuk yang ada kaitannya dengan pengelolaan SDA demi memenuhi kebutuhan pangan karena KBG sangat melekat pada konteks hubungan kultural, sosio ekonomi dan kekuasaan politik. Di kancah politik, KBG juga makin lazim terdengar. Banyak caleg perempuan yang diintimidasi internal partai untuk menurut pada aturan partai yang kerap adalah akal-akalan laki-laki belaka. Belum lagi akal-akalan lain, misalnya mengkoar-koarkan tentang kesetaraan gender dalam penempatan perempuan di parlemen, toh buktinya secara kasat mata jelas nampak buktinya bahwa perempuan masih saja dijadikan pemanis dalam kancah perpolitikan karena kesetaraan yang mereka -laki-laki- gaungkan hanya sebuah tong kosong yang nyaring bunyinya. Hal tersebut terlihat dengan melimpahnya caleg perempuan yang dilamar, baik partai besar maupun partai burem. Namun tetap saja kiprah perempuan di parlemen terganjal, apalagi dengan adanya revisi terbatas UU No 10 tahun 2008 tentang PEMILU anggota DPR, DPD, dan DPRD yang merugikan perempuan, meski usulan revisi tersebut dianggap tidak kompatibel dengan pasal-pasal lain dalam Pemilu. Dewasa ini solidaritas perempuan terhadap masalah KBG cenderung meningkat, baik dari sisi kelembagaan maupun praktisnya. Ini menunjukkan kesadaran perempuan untuk membela hak-hak sesamanya juga semakin meningkat, namun sekali lagi, KBG bukan hanya pekerjaan rumah bagi perempuan, di masa mendatang, baik pemerintah dan non pemerintah diharapkan dapat bersama-sama menggarap pekerjaan rumah ini untuk menekan kekerasan berbasis gender dan mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan gender. Rujukan: Tety. 2009. Kekerasan Terhadap Perempuan; Tema Hari Perempuan Sedunia Diterbitkan: 8 Maret 2007 -: www.Rnw.Ni.id Anonym. 2009. Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat. http: www.kompas.com Alvi. 2009. Kekerasan terhadap perempuan. Http: www.cosmicsoulmate.blogspot.com UU Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
|