Студопедия

Главная страница Случайная страница

КАТЕГОРИИ:

АвтомобилиАстрономияБиологияГеографияДом и садДругие языкиДругоеИнформатикаИсторияКультураЛитератураЛогикаМатематикаМедицинаМеталлургияМеханикаОбразованиеОхрана трудаПедагогикаПолитикаПравоПсихологияРелигияРиторикаСоциологияСпортСтроительствоТехнологияТуризмФизикаФилософияФинансыХимияЧерчениеЭкологияЭкономикаЭлектроника






Kritis dalam Hari Pahlawan 11 November 2015






Hari Pahlawan memang diperingati setiap 10 November....Tapi memperingati Hari Pahlawan itu bukan hanya 1 hari saja, secara pejuang-pejuang kemerdekaan berjuang kan bukan hanya tanggal 10 November, ada 365 hari mereka berjuang dengan gigih bahkan sekian tahun. Mereka berjuang dengan tulus tanpa mengenal SUKU, AGAMA, dan RAS. Mereka bahu membahu demi satu tujuan MERDEKA ATAU MATI!!!. Berapa banyak air mata, darah, cinta, sakit yang harus dialami oleh pejuang bahkan keluarga dan orang-orang yang mereka cintai. Begitu banyak kepulan asap yang menggelapkan langit bumi pertiwi hari itu. Lalu, begitu banyak penderitaan, kehebohan, kesederhanaan yang terjadi hari itu yang dibayar hebat oleh para pejuang dan keluarga mereka, apakah pantas sekarang kalian yang mengaku diri " PRIBUMI" mengkotak-kotakkan suku dan agama ini ndak tidak bisa bergabung dengan yang ini. Aduh, harusnya malulah sama senior, para pejuang yang notabene hari itu mereka terbatas untuk mengenyam pendidikan tidak seperti sekarang. Jadi, bersikaplah bijak dalam menghadapi perbedaan, percaya deh saya meyakini perbedaan itu sangat indah. Tujuannya adalah bagaimana menjadikan Indonesia lebih nyaman untuk menjadi Warga Negara Indonesia, mengkotak-kotakkan itu adalah mental bawah, alias mental kacau. Ada lagi, orang tua asli Indonesia, anak lahir di Indonesia tapi tidak bisa Bahasa Indonesia. Saat orang tuanya ditanya...dia hanya jawab biar Bahasa Inggris anak saya lancar. Kenapa saya pake subjek " dia", karena entah kenapa saya malas saja menghormati orangtua seperti ini. Ada lagi, menggunakan Bahasa Mandarin, entah dari Kalimantan atau Medan, alasannya supaya bisa Bahasa Mandarin dengan lancar. Aduh, kok bisa ya ada orangtua seperti ini..dan ini buanyak sekali terjadi di kota-kota besar. Biar terlihat keren mereka cus cas cus menggunakan Bahasa Asing. Harusnya sih malu, moso Bahasa Indonesia tidak bisa, bisanya menggunakan bahasa asing. Ini tidak logis!! Bijaklah mempelajari Bahasa asing, gunakan bahasa asing sebagai perkembangan strategi untuk hidup bukan untuk gegayaan. Alasannya di Indonesia tidak diakui sebagai WNI, mereka mengkotak-kotakkan. Nah ini juga lingkaran setan, kalo mau Indonesia mau ya harus berpikir terbuka tapi juga ada aturan. Maaf, ada keturunan Tionghoa WNI yang bagus untuk memajukan Indonesia, uda disodorin " pedang". Ya sudah otomatis lah pada kabur, sy juga pasti kabur ke negara lain daripada tidak diakui dan istilahnya mati konyol. Nah, yang bawa " pedang" itu boro-boro mau majuin Indonesia, ada juga pemikiran dangkal, mau enak tanpa usaha... Maka, bersikaplah bijak untuk tau diri karena para pejuang sudah membantu Indonesia merdeka, tau bagimana menempatkan sikap dan pribadi sebagai WNI, dan mengerti Kontitusi Indonesia, apa itu Demokrasi Pancasila secara menyeluruh, kalo setengah-setengah ya gitu agak riweh!
Selengkapnya: https://www.kompasiana.com/felicia.pukiat/kritis-dalam-hari-pahlawan


Поделиться с друзьями:

mylektsii.su - Мои Лекции - 2015-2024 год. (0.01 сек.)Все материалы представленные на сайте исключительно с целью ознакомления читателями и не преследуют коммерческих целей или нарушение авторских прав Пожаловаться на материал